Rencananya satelit ini akan memberikan akses internet dengan kecepatan tinggi di wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan terestrial.
"Satria itu branding dari satelit multifungsi ya, yang singkatannya Satelit Republik Indonesia. Jadi, kayak Palapa Ring, kalau ini brand-nya Satria," ungkap Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Latif di Jakarta.
Anang menjelaskan bahwa proses lelang dalam pengadaan satelit berjenis High Throughput Satellite (HTS) tersebut baru akan memasuki tahapan optimalisasi teknis yang akan dilanjutkan menuju tahap penawaran harga.
Adapun pihak yang ikut serta dalam tender satelit Satria ini adalah PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Konsorsium Grup Djarum.
"Slot orbitnya boleh negara lain, tetapi satelitnya harus dedicated untuk Indonesia. Jadi, tidak boleh kondosat, harus privilege untuk Indonesia," kata Anang.
"Target kami di bulan April atau Mei (pengumuman pemenangnya). Mundur sedikit karena ternyata ada diskusi teknis yang dikasih ke mereka untuk optimalisasi yang ujung-ujungnya menguntungkan kami," sambungnya.
Setelah itu, pemenangnya akan diberi waktu satu bulan sebelum dilakukan penandatanganan kontrak di bulan Juni. Kemudian pemenang akan diberi waktu selama enam bulan sebagai financial close.
Proses konstruksi untuk pembangunan satelit Satria akan ditargetkan dapat dikerjakan sampai peluncurannya, mulai dari tahun 2020 sampai tahun 2023. Dari pengerjaan pembuatan hingga peluncuran satelit Satria tersebut, Bakti mengalokasikan total dana sebesar Rp 8 triliun.
"Satelit Satria ini ditargetkan akan melayani 149.400 titik yang membutuhkan layanan internet cepat," pungkasnya.
Nantinya, satelit Satria ini akan memiliki peran dalam mendukung penyebaran akses jaringan internet di daerah 3T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar).
Dari jumlah sekitar 149.400 lokasi, titik yang paling banyak adalah untuk kebutuhan internet di lembaga pendidikan, kesehatan, pemerintah daerah, pertahanan, juga keamanan.